Setelah
membaca ulang tulisan cak Rusdi tiga tahun silam, cerita tentang Cak Dlahom
berjudul “Benarkah Kamu Merindukan Ramadan”, membuatku menjadi rindu kepadanya.
Honestly, I’m not
talking about “Ramadan” itself, tapi momen di bulan Ramadan yg aku alami
yg terjadi beberapa tahun lalu. Let’s see
what it is.
Bagi umat
muslim, bulan Ramadan, yg notabene hanya terjadi satu kali dalam setahun, yg
dikatakan sebagai bulan penuh berkah, bulan istimewa untuk ‘mengeruk’ pahala,
atau paling minimal ada sebuah kondisi yg dibuat untuk membentuk diri kita
lebih peka pada mereka yg terbiasa dg kelaparan, atau kondisi yg dibuat untuk sekali
lagi kita disuruh belajar menahan hawa nafsu. That’s why it’s so substantial. But
really, I don’t wanna talk about it.
Selain karena
level spiritualku yg masih begitu-begitu aja, biarlah romantisasi dg Ramadan
ini jadi rahasia masing-masing.
Salah seorang
teman bercerita tentang ritual yg baru-baru ini dia lakukan dalam rangka
menyambut bulan puasa. Bersih-bersih rumah level siaga 1. Perasaan dulu aku
bersih-bersih rumah yg pake tenaga ekstra ya kalo mau lebaran aja, ini malah
sudah dimulai dari menyambut bulan puasa. Hehehe, sebuah kebiasaan keluarga yg
baik sih 😊
Hal-hal
yg semacam itu mungkin yg dirindukan sebagian besar orang. Momen-momen yg cuma terjadi
di bulan puasa. Momen makan sahur sambil nahan ngantuk, tahan nafas tiap liat
iklan sirup di tv di siang atau sore hari, lebih sering liatin jam menjelang maghrib, jalan-jalan abis sholat subuh, dengerin kultum entah abis
sholat subuh atau pas tarawih, ngabuburit nyari tukang es dan gorengan di
pinggir jalan, acara bukber-bukberan, dan lain lain dan lain lain.
Atau mungkin
kalau buat para cowok kangen main perang sarung abis sholat di
masjid. Apa ada yg kangen main petasan? Huuu
that’s annoying.
Tapi bukan
hal-hal itu yg aku kangenin :”
Terus apa
dong?
Prolog:
kangen itu buat sesuatu yg jarang terjadi, tapi pingin diulang lagi kalau ada
kesempatan.
Jadi
kangennya Didi itu: kangen puasa di Serasan. HAHAHA
Ya karena
mungkin itu cuma terjadi sekali dalam hidup, makanya sekarang jadi tiba-tiba
kangen.
Apa yg
bikin kangen?
Kangen aja
puasa di lingkungan yg bener-bener baru dan jauh (literally) dari habitat asli. Menghabiskan bulan puasa dan bahkan
lebaran tinggal di pinggir laut, nungguin makcik dan pak’him pulang dari kebon
seminggu sekali bawa sekeranjang durian buat pesta seminggu ke depan, kangen
makcik si penyelamat ketahanan pangan kami, kangen malam tanpa listrik, kangen
masakan maklung, kangen maklung yg udah nganggep kita kayak anak-anak sendiri,
kangen rayuan nenek buat mampir dan makan ronde kedua setelah selesai tarawih,
kangen rebutan gorengan pas buka puasa (aku gak inget apa namanya, semacam
bakwan tapi berbentuk bulat, yg tiap malem kita suka harap-harap cemas sama
sambel yg kadang enak kadang enggak), juga kangen kegabutan karena gak ada
listrik sepanjang hari, diem aja merenung di belakang rumah makcik sambil
liatin air laut atau dengerin anak cowok main gitar.
Kangen aja
bulan puasa di Serasan bersama mereka.
Tadi pagi
sempet liat tweet seseorang. Mengabarkan pagi-pagi udah kebangun denger suara
toa masjid nyuruh sahur, dan betapa tolerannya masyarakat non muslim sejauh ini
dengan hal itu. That’s a good thing. Isu
toleransi (beragama) akhir-akhir ini juga kembali menguat setelah terjadinya
pengeboman di Surabaya dan Sidoarjo. Kita hidup di Indonesia dengan keberagaman,
sudah sepatutnya bisa hidup damai dan berdampingan tanpa saling berdebat tentang perbedaan.
Aku juga
dulu punya temen non muslim sewaktu SMA. Temen satu kos. Dia pun ikut pergi
beli makan sahur tiap pagi di bulan Ramadan dan dia baik-baik aja dengan itu,
bahkan terakhir kali chat di grup dia sendiri yg bilang kangen masa-masa itu, rasanya
baru kemarin yaa bareng-bareng beli makan sahur, sekarang dia sudah mendahului
kami berumah tangga dan sedang hamil anak pertama 😊
ternyata kami sudah tak remaja lagi.
--
Kembali lagi
dengan tagline ‘Ramadan, bulan penuh
berkah’.
Sepertinya
(dan semoga) puasa tahun ini akan jadi sesuatu yg baik bagiku pribadi. Mungkin karena
masih semangat hari pertama kali yaa, masih semangat bangun lebih awal. Tiba-tiba
aku menyadari, jika saja hidupku mengikuti siklus hidup orang muslim di bulan
puasa, bisa jadi semuanya akan lebih baik dan menyenangkan.
Yaa gimana
sih, biasanya begadang, tidur sesukanya, kadang baru tidur abis subuh, bangun
siang; dan rasa-rasanya kalo mau ikutin ritme hidup bulan puasa, segala
sesuatunya jadi fresh baik badan dan
pikiran, lebih teratur aja. Kapan waktu bangun, beraktivitas, dan beristirahat.
Semoga aja
jadi awal yg baik. Aku kan suka angot-angotan.
Hmm, tapi bulan puasa tahun ini sepertinya
lebih bersemangat dari dua kali bulan puasaku di ibu kota yg terakhir. Boro-boro
sahur, bangun aja males. Ya gitu lah kalo sendiri :p suka suka diri sendiri.
Another good thing, semacam berkah menyambut bulan Ramadan
tahun ini.
Setelah drama
percintaan yg aku alami sama Ryal, wkwkwk, kemudian kemarin muncullah sebuah
momen yg membuatku sadar akan satu hal, eh dua hal. Segala sesuatu memiliki timing-nya sendiri-sendiri dan akan
muncul di saat yg PAS. Buatku dan buat Ryal sih. Akhirnya dia merasakan (menyadari) sesuatu, aku pun menyadari sesuatu. Kedua, everything
I need from a partner is him, sejauh yg aku rasa dan alami, dia adalah
sahabat untuk bercerita terbaik dan ternyaman yg aku miliki. Kiiiw~~
Hahaha, tiap
orang punya definisi pasangan terbaiknya sendiri-sendiri. Kalau menurutku sih
begitu, bahkan bisa jadi deskripsi Ryal tentang pasangan pun gak sama dg yg aku
pikir. Whatever it is, I hope you get what you need.
--
Jadi apa
yg dikangenin dari bulan puasa?
Sepertinya
aku sudah mulai kangen menu buka puasa andalan ibu di rumah: tempe goreng, sayur
bening, sambel tomat dan lalapan timun yg dimakan pake nasi yg masih anget. Nanti
yaah di akhir bulan puasa 😊
Tidak ada komentar:
Posting Komentar