Aksi Kamisan: Diam Hitam di Depan Istana Presiden




Demo atau unjuk rasa di pikiranku memiliki kesan identik dengan anarkisme atau kekerasan, awalnya. Makanya dulu sama sekali tak tertarik untuk melakukan hal itu, bahkan sekadar bersinggungan apalagi ikut-ikutan.
Sudut pandangku terhadap sebuah ’aksi’ berubah sejak tau dan pernah ikut Kamisan di pertengahan tahun 2016 lalu.


Aksi Kamisan adalah sebuah bentuk protes penuntutan keadilan atas terjadinya kejahatan pelanggaran HAM. Kasus apa saja yg mereka perjuangkan? Tragedi kemanusiaan 1965/66, Penghilangan/Penculikan Aktivis 1997/1998, Tragedi Kerusuhan Mei 1998, Penembakan Mahasiswa Trisakti 1998, Tragedi Semanggi I/II, Pembunuhan Cak Munir, Penyiraman Air Keras Novel Baswedan dan berbagai tragedi kemanusiaan lain. Mereka yg tergabung dalam Jaringan Solidaritas Korban dan Keluarga Korban (JSKK) memulai aksinya setiap hari Kamis sejak 18 Januari 2007.

Slogannya: Aksi Kamisan Diam Hitam di Depan Istana Presiden. Mengartikan aksi damai ini dilakukan dalam bentuk berdiri diam di depan Istana Negara, biasanya sejak pukul 16.00-17.00. Identik dgn drescode warna hitam dan pemasangan sejumlah payung hitam bertuliskan kasus-kasus HAM. Setiap Kamisan, dibuat surat terbuka untuk presiden yang isinya berkolerasi dengan isu pekan itu.

Aksi ini meski sudah berumur 11 tahun (di tahun 2018), masih dan akan terus ada selama pemerintah dianggap belum mampu menuntaskan dan memberikan keadilan pada kejahatan pelanggaran HAM masa lalu maupun saat kini. Keberadaan mereka setiap kamis adalah wujud perjuangan ini masih ada meski terkadang dibarengi rasa pesimistis.


Sumarsih, perempuan berambut putih yg terlihat selalu ada berdiri di sana. Beliau adalah ibu dari Norman Irawan (Wawan), salah seorang mahasiswa Universitas Atma Jaya yg tewas saat peristiwa Semanggi I. Selama bertahun-tahun beliau berjuang menuntut keadilan atas kematian putranya. Pun sampai sekarang, meski menurut pengakuannya, tak ada perkembangan yg berarti dalam penuntasan kasus tersebut. Jokowi dianggap masih memprioritaskan program-program pembangunan infrastruktur, sedang soal penuntasan kasus HAM belum menjadi prioritasnya.


Ibu Sumarsih & Ryal di Kamisan-454


I realized the limitation of my knowledge to the historical events of this country. Here I try to write what I read about it and I will try to find out more later.

Tragedi Semanggi I.
Tahun 1998. Peristiwa besar terjadi di negara Indonesia. Waktu itu usiaku masih 5 tahun, masih tak tahu apa-apa, menyadari sampai dua tahun terakhir masih belum mau peduli dgn hal-hal itu, dan sekarang masih mencoba mencari tahu dari berbagai macam sumber.

Soeharto memutuskan untuk mengundurkan diri dari jabatan Presiden RI pada tanggal 21 Mei 1998 setelah banyak aksi demonstrasi, kerusuhan dan kekacauan politik, ekonomi dan militer, digantikan oleh wakilnya Habibie. November 1998, Majelis Permusyawaran Rakyat (MPR) menggelar Sidang Istimewa MPR, sidang yg dilakukan jika presiden dianggap melanggar UUD 1945 dan menyimpang dari GBHN, kali ini membahas agenda pemerintah untuk melakukan percepatan pemilihan umum.

Masyarakat dan mahasiswa bergolak karena tidak mengakui pemerintahan BJ Habibie, tidak percaya dgn anggota DPR/MPR Orde Baru serta menentang dwifungsi ABRI/TNI. Sepanjang dilakukannya Sidang Istimewa MPR, masyarakat dan mahasiswa bergabung melakukan demonstrasi ke jalan-jalan di Jakarta dan kota-kota besar lain. Di Jakarta, aksi demostrasi ini dihadang oleh penjagaan militer, brimob dan pengamanan swakarsa. Tak ayal, terjadilah bentrok masyarakat dan mahasiswa dgn Pamswakarsa di kompleks Tugu Proklamasi tanggal 11 November 1998.

Ribuan mahasiswa dan masyarakat bergerak menuju gedung DPR/MPR tanggal 12 November 1998 dari segala arah tetapi gagal ditembus karena pengamanan sejumlah militer. Malam harinya, kembali terjadi bentrok yg menewaskan seorang pelajar bernama Lukman Firdaus. Di hari berikutnya, 13 November 1998, massa yg kembali bergerak, kembali dibubarkan oleh militer. Sejumlah mahasiswa mencoba bertahan dan terjadilah penembakan membabibuta oleh aparat ketika ribuan mahasiswa sedang duduk di jalan. Saat itu beberapa mahasiswa tertembak dan meninggal. Wawan, putra ibu Sumarsih tertembak di dadanya dari arah depan saat ingin menolong rekannya yg terluka di pelataran parkir kampus Universitas Atma Jaya, Jakarta. Mulai dari jam 3 sore hingga jam 2 pagi terus terjadi penembakan terhadap mahasiswa di kawasan Semanggi dan kampus Atma Jaya. Peristiwa itu menewaskan 17 orang, baik mahasiswa, pelajar SMA, anggota pamswakarsa dan masyarakat sipil. Sementara 456 korban mengalami luka-luka akibat tembakan senjata api dan pukulan benda keras, tajam/tumpul. Selanjutnya peristiwa ini dikenal sebagai Tragedi Semanggi I.

Betapa besar perjuangan ibu Sumarsih menuntut keadilan atas meninggalnya putra beliau dalam kasus pelanggaran HAM 1998. Someday, I think I should read Matt or Ibunda (versi terjemahan Pramoedya Ananta Toer) by Maxim Gorky  to see another story of the struggle of a woman as a mother in a labor rebellion.


--


kamisan-454 11 Agustus 2016, dokumentasi twitter @AksiKamisan , ada aku & Ryal lho :)


Kurang lebih satu jam berdiri di depan Istana, massa aksi Kamisan berkumpul membentuk sebuah lingkaran. Dipimpin oleh seorang koordinator aksi, siapapun, peserta aksi Kamisan diperbolehkan melakukan refleksi (berbicara di tengah lingkaran) atas apa yg ia pikir atau rasakan setelah berpartisipasi dalam aksi Kamisan.

Tak jarang, mereka yg mau dan berani melakukan refleksi bertutur bahwa dirinya baru pertama kali ikut Kamisan (sepertiku). Pertama kali tau dan pertama kali datang karena diajak teman.
Baru tau kalau ternyata “ada” aksi semacam ini. Sebuah aksi menuntut dan memperjuangkan keadilan. Yg bahkan tak pernah lelah dan tak pernah berhenti, meski peserta aksi tak seriuh aksi demostrasi pada momentum-momentum tertentu. Tapi selalu ada yg bertahan, selalu ada yg masih mau berjuang.

Menyadari bahwa ternyata negara ini belum sepenuhnya menunaikan kewajibannya. Sila kelima: Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.


Jika kamu penasaran (dan sebaiknya penasaran), berdialoglah dgn peserta aksi lain. Biasanya akan kamu temui satu dua orangtua keluarga korban. Ceritanya bermacam-macam tapi nafas mereka satu, menuntut keadilan. Mendengar langsung cerita dari mereka yg mengalami, akan terasa lebih menggetarkan hatimu. Sejenak kau bisa bersyukur atas hidupmu yg tak sama atau mungkin lebih baik, kemudian semangat perjuangan itu akan menular.


keluarga korban pelanggaran HAM yg ikut Kamisan, dokumentasi twitter @AksiKamisan


Pria-pria pembawa kamera yg biasanya berambut gondrong sibuk mengambil gambar. Mungkin fotografer, mungkin wartawan, entah, aku tak pernah bertanya -- ya kan datengnya sama Ryal, masa lirik-lirik cowok lain, lol
Kadang ada juga orang-orang yg datang dari luar Jakarta, mahasiswa, pelajar SMA, beberapa orang LBH, KontraS, Arus Pelangi, korban 65, dan mungkin organisasi-organisasi sejenis lain yg terus aktif berpartisipasi dalam aksi ini. Keberadaan anak-anak muda dianggap sebagai sebuah optimisme bahwa masih ada orang yg mau mencoba mencari tahu, peduli, syukur-syukur ikut berkontribusi dalam advokasi keluarga korban, atau minimal menyebarluaskan keberadaan aksi ini. Kami #menolaklupa

Aksi Kamisan dikenal cukup luas, beberapa public figure pun kerap ikut berpartisipasi seperti Arie Kriting, Pandji Pragiwaksono, Melanie Subuno, bahkan musisi Efek Rumah Kaca. Beberapa lagu diciptakan musisi Simponi terinspirasi aksi Kamisan.


--


Pertama kali datang ke Kamisan tanggal 11 Agustus 2016, Kamisan-454. Masih belum sadar juga kalau ternyata tiap aksi Kamisan memiliki tema tertentu.
Hari itu saat hendak melakukan refleksi, ada aparat polisi yg mencoba menghentikan aksi kami, alasannya karena menggunakan toa atau pengeras suara, dan malah diminta pindah tempat aksi (geser ke Taman Aspirasi). Video di laman facebook Kamisan.

Refleksi terus dilanjutkan, satu dua orang baru menyampaikan pendapatnya. Orang-orang lama juga mengobarkan semangat perjuangan. Satu kalimat terikan yg berarti bagiku yg kudengar hari itu,


“Kami pemuda/pemudi Indoensia, berbahasa satu, bahasa KEJUJURAN.”


Satu kata yg baru aku tau dari Kamisan adalah impunitas yg artinya keadaan tidak dapat dipidana. Kekebalan hukum.


--


Kamisan kedua, Kamisan-458, tanggal 8 September 2016. Tema kali ini  #MerawatIngatan #12thMunirDibunuh.
Hari itu datang juga ibu Suciwati, istri almarhum Munir dan menyampaikan refleksi. Video di twitter @AksiKamisan

Said Munir Thalib atau Munir adalah seorang aktivis HAM, yg meninggal 7 September 2004, dibunuh diracun di pesawat GIA ke Belanda di usia 38 tahun. Ada lagunya, Di Udara, Efek Rumah Kaca.

Menjabat Dewan KontraS, memperjuangkan orang-orang yg hilang dan diculik pada masa lalu. Beliau membela para aktivis yg menjadi korban penculikan Tim Mawar dari Kopassus yg selanjutnya setelah Soeharto turun tahta, penculikan itu menjadi alasan pencopotan Dirjen Kopassus Prabowo Subianto. Pollycarpus sebagai eksekutor atau pembunuh telah diadili dgn vonis 20 tahun penjara. Namun dgn banyak remisi, sekarang dia telah bebas. Sedangkan dalang kasus pembunuhan Munir hingga sekarang belum tuntas diusut pihak pemerintah.


Suciwati, istri cak Munir di Kamisan-458 


--


Terbaru, Kamisan yg aku datangi, tanggal 11 Januari 2018 lalu, Kamisan-521, 9 bulan Novel Baswedan. Seorang penyidik KPK yg disiram air keras oleh pelaku tak dikenal dan menimbulkan luka di salah satu matanya. Meski sudah mendapatkan perawatan dan kondisinya sudah membaik, tapi pemerintah terutama kepolisian seakan tidak serius mengusut tuntas kasus ini bahkan belum selesai sampai sekarang. Jika seorang penyidik, yg sedang berjuang mengungkap kasus korupsi di negara ini saja tak bisa mendapatkan perlindungan hukum yg layak, apakah memang negara tidak bisa menjamin keamanan dan perlindungan bagi tiap rakyat? Yg jelas semangat membela kebenaran tak pernah padam bagi mereka yg percaya. Justru, Novel Baswedan menjadi simbol lain atas perjuangan penegakkan kebenaran.

Dalam Kamisan-521, JSKK membuat Surat Terbuka untuk Presiden dgn tuntutan pembentukan Tim Gabungan Pencari Fakta yg bersifat independen untuk mempercepat pengungkapan penyerangan Novel Baswedan.


--


Hingga artikel ini ditulis dan dipublikasikan, 3 Mei 2018, Kamisan menyuarakan tagar Jokowi akan menyelesaikan kasus-kasus pelanggaran HAM di bulan May #MayBeYesMayBeNo.
Juga banyak hal mengenai #20thReformasi yg sedang dibuat viral, mungkin lain waktu aku hendak mengulik ttg hal ini.


--


Kamisan membuka mataku mengenai kondisi negara ini yg belum sepenuhnya memberikan keadilan bagi seluruh rakyat Indonesia, sekaligus memperlihatkan sosok-sosok yg masih punya semangat perjuangan membela haknya, memperjuangkan keadilan dan meperjuangkan kebenaran.
Walau sekali waktu aku pernah mendapat komentar: “cieeee aktivis” yg sungguh annoying. Alih-alih berkomentar, apakah tidak sebaiknya kita mulai mencari tahu lebih banyak tentang apa itu aksi, mengapa mereka melakukannya, apa yg mereka perjuangkan, apa yg mereka harapkan, apa yg bisa kita lakukan kemudian?

Aksi Kamisan juga telah digelar di berbagai kota besar di Indonesia, bisa dicari tahu lebih lengkapnya di website maupun akun twitter resminya @AksiKamisan yg sangat aktif hingga sekarang.


--


Aku hanya warga negara Indonesia biasa, yg masih ingin terus belajar, memahami dan peka dgn lingkungan serta orang lain, sedang Ryal adalah sesoorang yg berpegang pada keyakinan untuk  terus berusaha memanusiakan manusia.




Hidup Korban! Jangan Diam!
Jangan Diam! LAWAN!
Jokowi, Hapus Impunitas!








Kamisan-454
Kamisan-454
Kamisan-458
Kamisan-458
Kamisan-521

Tidak ada komentar:

Posting Komentar