14.48

Tepat dua tahun yg lalu, (03-050616) aku melakukan sebuah kegiatan yg kemudian sedikit-banyak mengubah hidupku, wkwk :3
Sepanjang tahun 2015 dan awal tahun 2016, bagiku, waktu berjalan cukup lambat, dan hidup terasa melelahkan. Ah, setiap manusia pun akan lelah dan jenuh di titik tertentu pada bagian-bagian hidupnya. Perjalanan hidupku baru sampai titik pergulatan jiwa dan raga sebagai mahasiswa tingkat akhir waktu itu.

Bagi manusia pemalas dan mudah hilang semangat, juga cenderung mudah menyalahkan diri sendiri, mengakhiri semester 8 dengan tanpa hasil menjadi beban batin tersendiri, terlebih kebanyakan teman seangkatan sudah berhasil melewati tes akhirnya sebagai mahasiswa. Mau tak mau harus memaksakan diri sendiri mengakhiri perjalanan sebagai mahasiswa di semester 9. No excuse. Dan terlewati juga lah masa-masa itu.

Officially lulus dan sidang skripsi pertengahan bulan Februari. Selesai mengurus administrasi sampai daftar wisuda tanggal 28 Februari 2016. Hari langka, 4 tahun sekali. Dan karena wisuda di kampusku terbagi dalam beberapa periode dalam setahun -- bisa sampai 6-7 kali setahun -- aku mendapat giliran wisuda di bulan Mei 2016. Pun sampai bulan Mei itu aku tak banyak melakukan usaha untuk memulai mencari kerja :p Rasanya masih ingin liburan dan jalan-jalan.
Hasil sebuah jalan-jalan di dunia maya, aku tertarik dengan sebuah kegiatan ‘jalan-jalan’ yg ditawarkan Yayasan Filantropi Indonesia untuk ikut kegiatan relawan di desa Girijagabaya, Banten. Melalui website indorelawan.org Yayasan ini mempromosikan dan mengajak bagi siapapun yg berminat sehari mengajar dan menginspirasi anak-anak di pelosok Banten sekaligus dapat bonus jalan-jalan ke Baduy Luar.
Jalan-jalan! (ke Baduy)
Ya, itu yg membuatku tertarik untuk ikut kegiatan ini. Alasan receh yg ternyata .... (baca sampai akhir cerita)

Singkat cerita, aku mendaftar, dihubungi pihak panitia, beberapa kali berkoordinasi untuk kegiatan di sana melalui grup WA, dan here we go ... mari berangkat ke Banten!


--


Kegiatan ini berlangsung dari hari Jumat sampai Minggu, 3-5 Juni 2016. Hari Jumat pun sebenarnya waktunya kami melakukan perjalanan ke tempat tujuan, hari Sabtunya ‘aksi’, dan hari Minggu jalan-jalan!
Kami para peserta atau relawan Inspiration Action Day (IAD) berkumpul di stasiun Pondok Ranji pukul 13.00. Aku berangkat jam 10-an dari Dramaga, dan seperti biasaaa, macet. Kupikir akan telat, eh ternyata panitianya pun telat ^^v

Sewaktu aku sampai di stasiun Pondok Ranji, yes, for the first time di stasiun Pondok Ranji. Deg-degan juga sih, karena aku inisiatif ikut sendiri, gak ngajak-ngajak temen, dan malah akan ketemu temen-temen baru.
Gak susah nyari mereka, kebanyakan sudah lebih dulu sampai di stasiun, otomatis sudah bergerombol di satu titik. Gak deng! Dua titik, kami berhijab -- apasih bahasa anak kampusku -- terpisah antara laki-laki dan perempuan. Yg kucari pertama kali rekan-rekan satu kelompokku nanti, Kak Inoey, Iman, dan Monic. Pasti kak Tito ada lah diantara gerombolan laki-laki itu, nanti juga akan tau.

Setelah berkenalan satu sama lain, takjub juga, ternyata yg ikut kegiatan ini sungguh variatif, dari anak yg baru kemaren lulus SMA, mahasiswa tingkat piyik-piyik, mahasiswa tingkat akhir, fresh graduate alias pengangguran (aku), mahasiswa S2 dan pekerja. Eh, dan ternyata ada kakak S2 yg sama-sama dari Dramaga, Kak Mery, senangnya nemu temen pulang bareng.

Aku gak begitu paham waktu itu kenapa jadwal keberangkatan kami (agak) molor. Baru-baru setelah acara ini selesai aku tau kalau ternyata beberapa panitia berangkat lebih dulu ke Girijagabaya menggunakan mobil, sedangkan kami, para peserta, naik kereta tujuan Rangkas. Ada salah seorang panitia yg waktu itu bertugas mengoordinasi kami, Anam, dan dia di hari yg sama, pagi hingga siang ada kegiatan dulu, kemudian telat-lah dia datang ke stasiun Pondok Ranji dari waktu yg seharusnya.

*cerita mengenai Anam dan keterlambatannya akan muncul di kisah lain dalam blog ini*

Anam mengajak kami berkumpul, bersiap naik kereta, melakukan perkenalan dan briefing singkat. Let’s go!

Honestly, *muka merah*
Kesan pertama terhadap Anam membuatku berpikir, “Kayaknya, nih orang gak jauh beda umurnya dari aku, hebat juga udah bisa aktif di kegiatan yg cakupannya bahkan di luar kampus. Aku aja gini-gini cuman bisa main di kampus doang, paling banter, ILMAGI, itupun masih berurusan sama orang-orang yg satu golongan aja. Lah dia, sudah bisa ‘berakasi’ lebih. Hmm, harus bisa ngobrol sama orang ini.”
*my eyes on you*

Jug-ijag-ijug-ijag-ijug kereta api Rangkas Merak membawa kami mulai bertualang.
Kereta Api Rangkas Merak yg kami tunggangi kala itu merupakan kereta api ekonomi, yg tempat duduknya suka-suka, bangkunya 4-4 di sisi kanan dan kiri lorong, alias 2-2 saling berhadapan. Bangkunya keras, senderannya hanya mencapai setengah punggung. Dan karena tempat duduknya suka-suka, kami (aku, kak Inoey dan Iman) sempet bolak balik nyari gerbong yg lowong.

Kata seorang penumpang, “(ke gerbong) belakang, masih banyak yg kosong.”

Kami pun jalan ke gerbong belakang, mencari tempat duduk yg bisa untuk bertiga. Oh ya, Iman itu perempuan. Awalnya aku pun bingung apakah dia laki-laki atau perempuan, hmm, dan aku lupa siapa nama panjangnya. Sedangkan Monic, yg waktu itu ikut bersama teman-teman satu jurusannya, duduk berpisah dg kami bertiga. Actually, aku juga gak begitu ngeh, karena pas kereta datang, ya udah asal masuk aja, urusan pada jalan ke kanan atau ke kiri, toh kita masih dalam satu rangkaian kereta.

Sepanjang perjalanan satu setengah jam, atau dua jam itu, I don’t remember, kak Inoey dan Iman banyak bercerita dan bergurau, typically-Sanguin, aku hanya menimpali sesekali meski dengan asyik mendengarkan mereka. Kak Inoey sudah bekerja dan Iman mahasiswa UI tingkat akhir.

Di gerbong yg sama, ada rombongan kami yg lain, sepertinya Visya dan Rita seingatku, atau mungkin ada yg lain, aku tak begitu ingat. Juga ada Hanafi yg terlihat mencoba mengajak ngobrol dan berkenalan dengan kelompok Visya itu. Ternyata dia (Hanafi) berkeliling, Bro! Dan sampailah dia berpindah ke kelompokku.

Tadinya kami duduk bertiga plus seorang Bapak-bapak. Tapi di suatu stasiun Bapak itu pindah tempat duduk dan entah hilang setelah turun di stasiun mana. Nah, ketika kursi si Bapak di depan kak Inoey itu kosong, duduklah Hanafi bersama kami, mengajak berkenalan.
Posisinya: Kak Inoey duduk di dekat jendela, aku di sampingnya (dekat lorong), Iman berhadapan denganku.
Blablabla, cerita-cerita yg lalu~


--


Di sebuah stasiun, Kereta Api Rangkas Merak berhenti agak lama, mungkin ada 5-10 menit. Penumpang di gerbong kami pun lama-lama menipis, sudah turun di stasiun tujuannya masing-masing. Saat kereta kembali berangkat, dua orang laki-laki dari rombongan kami duduk di bangku seberangku. Dua orang laki-laki, yg sedari tadi di Pondok Ranji terlihat selalu berdua, Anam dan Aal. Kupikir Aal ini salah satu dari panitia juga karena dia tampak ikut membeli tiket bersama Anam di Pondok Ranji tadi. Ya, pokoknya mereka selalu berdua, jadi kusimpulkan dia adalah bagian dari panitia.

Aku tak begitu ingat awal mula pembicaraan itu, yg kutangkap dan ingat, saat itu adalah sebuah kenyataan bahwa sangkaanku benar, guys, Anam waktu itu masih berstatus mahasiswa tingkat akhir.
Kenyataan kedua: mereka suka atau mungkin (hanya) pernah NAIK GUNUNG :3

“Oh, suka naik gunung juga?” tanyaku.
You got my attention, boys.
Seneng gitu kan kalo nemu orang yg punya minat yg sama.
*muncul love love di mata* *senyumnya langsung lebar*


Kami tiba di stasiun Rangkas menjelang maghrib. Di sana sudah menunggu dua buah angkot yg siap membawa kami ke desa Girijagabaya. Jenis angkot yg gak pernah aku temui dari zaman aku naik angkot kelas 2 SD sampe angkot di Dramaga. Ukurannya tanggung, gak sekecil angkot Dramaga, gak sebesar angkot jurusan Pekalongan-Limpung. Mungkin muat untuk 15-18 orang dengan posisi duduk normal (ke depan), bukan hadap-hadapan kayak angkot Dramaga. Ya ada sih satu dua kursi yg menghadap ke samping.

Sebelum ke Girijagabaya, kami istrirahat makan dan sholat dulu di alun-alun Rangkas. Kami ketambahan anggota baru, Dini, relawan yg berdomisili di Rangkas. Usai istirahat, kami bergegas melanjutkan perjalanan ke Rangkas. Lagi, aku, Kak Inoey dan Iman jadi satu paket, memilih satu angkot yg sama. Aku duduk di deretan kursi paling belakang yang muat untuk 4 orang. Kak Tito juga satu angkot denganku, dia duduk di kursi depan. Ah ya, kak Tito lebih tua dariku dan dia sudah bekerja di salah satu perusahaan berkantor di Jakarta.

Siapa lagi yg satu angkot denganku? Hanafi, Anam dan Aal. Ha-ha-ha
Awalnya angkot kami riuh, dengan musik yg di-stel menggunakan handphone. Lama-lama hening, angkot kami meninggalkan Rangkas, masuk ke pedalaman Banten, menembus malam.
Sekian jam perjalanan. Gak kerasa karena aku memaksakan diri untuk tidur. Tak memperhatikan jalan juga karena lama-kelamaan pandangku tertutup gelap tak ada pencahayaan.

Menjelang pukul 10 malam kami sampai di rumah Kepala Sekolah tempat kami berkegiatan besok. Kami istirahat sebentar di sana, sebelum kami para perempuan berpindah ke rumah yg lain untuk istirahat (tidur). Para lelaki tinggal di rumah ini.

Panitia meminta para ketua kelompok untuk berkumpul dulu di rumah Kepala Sekolah, berbagi perlengkapan yg akan kami gunakan esok hari. Tinggallah aku sejenak di situ.
Nothing special si, kecuali mungkin bagi orang lain.

Pergi ke rumah (camp) khusus perempuan, aku malah tak bisa tidur meski sudah pukul 12 malam. Kuputuskan untuk tidur-tiduran saja sambil menunggu subuh, dan bergiliran untuk mandi. Siap-siap beraksi!


--

to be continued, nulisnya nyicil ^^v

Tidak ada komentar:

Posting Komentar