Mei 17, 2018

Puasa & Kangen

by , in



Setelah membaca ulang tulisan cak Rusdi tiga tahun silam, cerita tentang Cak Dlahom berjudul “Benarkah Kamu Merindukan Ramadan”, membuatku menjadi rindu kepadanya.
Honestly, I’m not talking about “Ramadan” itself, tapi momen di bulan Ramadan yg aku alami yg terjadi beberapa tahun lalu. Let’s see what it is.




  
Bagi umat muslim, bulan Ramadan, yg notabene hanya terjadi satu kali dalam setahun, yg dikatakan sebagai bulan penuh berkah, bulan istimewa untuk ‘mengeruk’ pahala, atau paling minimal ada sebuah kondisi yg dibuat untuk membentuk diri kita lebih peka pada mereka yg terbiasa dg kelaparan, atau kondisi yg dibuat untuk sekali lagi kita disuruh belajar menahan hawa nafsu. That’s why it’s so substantial. But really, I don’t wanna talk about it.
Selain karena level spiritualku yg masih begitu-begitu aja, biarlah romantisasi dg Ramadan ini jadi rahasia masing-masing.


Salah seorang teman bercerita tentang ritual yg baru-baru ini dia lakukan dalam rangka menyambut bulan puasa. Bersih-bersih rumah level siaga 1. Perasaan dulu aku bersih-bersih rumah yg pake tenaga ekstra ya kalo mau lebaran aja, ini malah sudah dimulai dari menyambut bulan puasa. Hehehe, sebuah kebiasaan keluarga yg baik sih 😊

Hal-hal yg semacam itu mungkin yg dirindukan sebagian besar orang. Momen-momen yg cuma terjadi di bulan puasa. Momen makan sahur sambil nahan ngantuk, tahan nafas tiap liat iklan sirup di tv di siang atau sore hari, lebih sering liatin jam menjelang maghrib, jalan-jalan abis sholat subuh, dengerin kultum entah abis sholat subuh atau pas tarawih, ngabuburit nyari tukang es dan gorengan di pinggir jalan, acara bukber-bukberan, dan lain lain dan lain lain.
Atau mungkin kalau buat para cowok kangen main perang sarung abis sholat di masjid. Apa ada yg kangen main petasan? Huuu that’s annoying.
Tapi bukan hal-hal itu yg aku kangenin :”


Terus apa dong?
Prolog: kangen itu buat sesuatu yg jarang terjadi, tapi pingin diulang lagi kalau ada kesempatan.
Jadi kangennya Didi itu: kangen puasa di Serasan. HAHAHA
Ya karena mungkin itu cuma terjadi sekali dalam hidup, makanya sekarang jadi tiba-tiba kangen.
Apa yg bikin kangen?
Kangen aja puasa di lingkungan yg bener-bener baru dan jauh (literally) dari habitat asli. Menghabiskan bulan puasa dan bahkan lebaran tinggal di pinggir laut, nungguin makcik dan pak’him pulang dari kebon seminggu sekali bawa sekeranjang durian buat pesta seminggu ke depan, kangen makcik si penyelamat ketahanan pangan kami, kangen malam tanpa listrik, kangen masakan maklung, kangen maklung yg udah nganggep kita kayak anak-anak sendiri, kangen rayuan nenek buat mampir dan makan ronde kedua setelah selesai tarawih, kangen rebutan gorengan pas buka puasa (aku gak inget apa namanya, semacam bakwan tapi berbentuk bulat, yg tiap malem kita suka harap-harap cemas sama sambel yg kadang enak kadang enggak), juga kangen kegabutan karena gak ada listrik sepanjang hari, diem aja merenung di belakang rumah makcik sambil liatin air laut atau dengerin anak cowok main gitar.
Kangen aja bulan puasa di Serasan bersama mereka.

Tadi pagi sempet liat tweet seseorang. Mengabarkan pagi-pagi udah kebangun denger suara toa masjid nyuruh sahur, dan betapa tolerannya masyarakat non muslim sejauh ini dengan hal itu. That’s a good thing. Isu toleransi (beragama) akhir-akhir ini juga kembali menguat setelah terjadinya pengeboman di Surabaya dan Sidoarjo. Kita hidup di Indonesia dengan keberagaman, sudah sepatutnya bisa hidup damai dan berdampingan tanpa saling berdebat tentang perbedaan.
Aku juga dulu punya temen non muslim sewaktu SMA. Temen satu kos. Dia pun ikut pergi beli makan sahur tiap pagi di bulan Ramadan dan dia baik-baik aja dengan itu, bahkan terakhir kali chat di grup dia sendiri yg bilang kangen masa-masa itu, rasanya baru kemarin yaa bareng-bareng beli makan sahur, sekarang dia sudah mendahului kami berumah tangga dan sedang hamil anak pertama 😊 ternyata kami sudah tak remaja lagi.


--


Kembali lagi dengan tagline ‘Ramadan, bulan penuh berkah’.
Sepertinya (dan semoga) puasa tahun ini akan jadi sesuatu yg baik bagiku pribadi. Mungkin karena masih semangat hari pertama kali yaa, masih semangat bangun lebih awal. Tiba-tiba aku menyadari, jika saja hidupku mengikuti siklus hidup orang muslim di bulan puasa, bisa jadi semuanya akan lebih baik dan menyenangkan.
Yaa gimana sih, biasanya begadang, tidur sesukanya, kadang baru tidur abis subuh, bangun siang; dan rasa-rasanya kalo mau ikutin ritme hidup bulan puasa, segala sesuatunya jadi fresh baik badan dan pikiran, lebih teratur aja. Kapan waktu bangun, beraktivitas, dan beristirahat.
Semoga aja jadi awal yg baik. Aku kan suka angot-angotan. Hmm, tapi bulan puasa tahun ini sepertinya lebih bersemangat dari dua kali bulan puasaku di ibu kota yg terakhir. Boro-boro sahur, bangun aja males. Ya gitu lah kalo sendiri :p suka suka diri sendiri.

Another good thing, semacam berkah menyambut bulan Ramadan tahun ini.
Setelah drama percintaan yg aku alami sama Ryal, wkwkwk, kemudian kemarin muncullah sebuah momen yg membuatku sadar akan satu hal, eh dua hal. Segala sesuatu memiliki timing-nya sendiri-sendiri dan akan muncul di saat yg PAS. Buatku dan buat Ryal sih. Akhirnya dia merasakan (menyadari) sesuatu, aku pun menyadari sesuatu. Kedua, everything I need from a partner is him, sejauh yg aku rasa dan alami, dia adalah sahabat untuk bercerita terbaik dan ternyaman yg aku miliki. Kiiiw~~
Hahaha, tiap orang punya definisi pasangan terbaiknya sendiri-sendiri. Kalau menurutku sih begitu, bahkan bisa jadi deskripsi Ryal tentang pasangan pun gak sama dg yg aku pikir. Whatever it is, I hope you get what you need.


--


Jadi apa yg dikangenin dari bulan puasa?
Sepertinya aku sudah mulai kangen menu buka puasa andalan ibu di rumah: tempe goreng, sayur bening, sambel tomat dan lalapan timun yg dimakan pake nasi yg masih anget. Nanti yaah di akhir bulan puasa 😊
Mei 04, 2018

Piknik

by , in



Aku punya lingkar pertemanan yg ‘unik’. Sesungguhnya tak bisa dikatakan deket banget-banget-banget-banget tapi kami mencoba ADA untuk satu sama lain. Awal kami jadi sering kumpul juga terjadi begitu saja. Menemani saat-saat sulit untuk saling menguatkan. Pun sebenernya aku hanya pemain tambahan yg tiba-tiba muncul. Mereka yg lebih dulu kenal dalam 6 tahun terakhir, lalu datanglah aku yg jadi ngintil kemana-mana, he-he-he.

Selepas (mereka) lulus kuliah, kami jadi jarang kumpul. Selain karena rumah dan tempat kerja kami jauh satu sama lain, kadang jadwal libur-lembur kerja juga jadi penghalang. Tapi kalau tiba-tiba ada yg kangen dan mengajak untuk kumpul, kami akan berseru “Ayo!” -- kalau waktunya pas.

Diam-diam kami saling menyanyangi. Mencoba membuat momen spesial jika ada salah satu dari kami yg sedang berulangtahun. Bulan Januari lalu, ada dua diantara kami yg merayakannya. Skenarionya main ke bumi perkemahan Cibubur. Piknik membawa bekal dan menggelar tikar di pinggir danau. Padahal sudah ada yg menyiapkan kue ulang tahun, gak deng! Donat yg dipasangin lilin.

Kami ber-ide untuk main ke sebuah taman. Sesekali main liat yg hijau-hijau tapi yg deket-deket aja, gitu katanya. Berbekal nasi masak sendiri, lauk beli di warteg dan CEKER AYAM CABE MERAH buatan Eboy, kami siap PIKNIK lagi. Tentunya dengan tikar hitam dipenuhi gambar strawbery pink yg selalu setia menemani jalan-jalan sederhana kami.

Awalnya malu-malu gitu mau gelar tikar karena kebanyakan orang ya duduk duduk santai aja di bangku atau lesehan. Hmm, kebanyakan orang berdua-dua-an sih. Setelah menemukan spot yg nyaman dan lega, kami menggelar perbekalan kami. Guess who was the most impatient to eat right away? Ya siapa lagi kalau bukan kekasihku tercinta :”

siap melahap ceker cabe merah

“Kita hobi amat deh, piknik,” kataku yg mungkin hanya terdengar oleh Ryal di dekatku.

“Heemmpp, boleh nih dijadiin budaya kalau kumpul. Nyari taman ijo-ijo, gelar tiker deh,” timpalnya.


--


Cerita ini mengingatkanku pada kisah Genta, Arial and the gengs!
I advise you to read the book rather than watch the film!
Di buku 5cm, pertemanan 5 orang sejak SMA hingga masing-masing kerja pun tetap bisa bertahan selama lebih dari 10 tahun. Ditambah si adik Arial, Dinda, persahabatan mereka malah langgeng sampai mereka menikah dan punya anak.

Acara kumpul-kumpul mereka sewaktu muda pun sederhana saja: makan di warung kopi langganan, memesan mie rebus dan roti bakar favorit masing-masing yg sudah dihafal di luar kepala oleh Riani.

Cita-cita mereka sederhana, tetap bersahabat, sampai anak-anak mereka saling bersahabat. Mengagendakan kumpul rutin di taman rumah sederhana di tengah kesibukan masing-masing.

Adegan anak-anak Arial, Zafran dan Ian mengerek bendera merah-putih di taman rumah sayangnya tak dimunculkan di film. Padahal itu yg membuatku terharu dan bergetar saat membaca bukunya. Jadi pingin punya persahabatan yg selanggeng itu. Adegan itu tidak ada karena plot akhir cerita di film sedikit diubah dari bukunya, juga ada tokoh yg tak dimunculkan.


Jadi, apakah kami bisa bersahabat hingga membuat anak-anak kami pun jadi sahabat?
Who knows?
We can only try to live this life as best as we can.


Salam sayang dari kami <3


--


Ohya, waktu main di Taman Wiladatika, sedang ada pertunjukan lampion. Bagi pengunjung yg mau melihat lampion dikenai biaya Rp.20.000. Kalau tak ingin menonton, kami dipersilahkan meninggalkan area taman pukul 16.30.

Kemudian ada yg nyletuk, “Kapitalis amat !!!”

Guess who said that? 😊



coba tebak siapa yg ulangtahun? 
 di pinggir danau
versi komplit
foto ala-ala di Taman Wiladatika
Mei 03, 2018

Nonton Konser tapi Tak Hafal Lagunya

by , in

Bagi orang sepertiku, yg meski suka dengerin lagu, punya lagu favorit, grup akapela dan band favorit, tapi kok ya nggak bikin aku pingin nonton konsernya Pentatonix meski mereka konser di Indonesia. Apalagi dateng ke konser musik yg nggak dikenal siapa yg nyanyi sekaligus lirik lagu yg dia nyanyiin, terus arep opo? Yowes rungokno wae. Salahmu dewe teko.




Orang menyukai penyanyi atau band tertentu biasanya karena: lagunya enak aja, genre gue banget --entah ada orang yg suka jazz, EDM, regae, dangdut koplo, rap dll --, lagunya enak buat joget, penyanyinya ganteng/cantik, lirik lagunya pas banget sama cerita hidup gue, lirik lagunya bagus gak melulu soal cinta-cintaan, stage act penyanyinya keren, dan lain lain dan lain lain.

Kebanyakan orang punya penyanyi atau band favorit, sangking ngefansnya dibela-belain nonton konser penyanyi atau band tersebut, senang sekali rasanya! Bagiku yg memutuskan untuk tidak mau fanatik dengan sesuatu, sejak SMP, yhaa biasa aja -- padahal ya karena nggak pernah nonton konser jadinya nggak tau euforianya yg bikin nagih.

Yaa wajar aja sih, setiap orang kan punya kesukaannya masing-masing. “sesuatu” atau “kegiatan” yg disuka. 


Seumur-umur, sampe udah gede bahkan, seingetku aku nggak pernah nonton konser penyanyi atau band tertentu. Belum mau sih lebih tepatnya. Pernah sekalinya diajak nonton konser, konser Payung Teduh, gue gak tau Bro ini siapa dan lagunya yg mana :”

Sebenernya bukan konser tunggal Payung Teduh tapi acara kampus yg mengundang Payung Teduh sebagai bintang tamu. Comfest (Communication Festival), acara Himpunan Mahasiswa Jurusan Komunikasi dan Penyiaran Islam kampus Ryal.


poster Milad Dakwah 2017


Acara konsernya malam, meski rangkaian acara Comfest sendiri sudah dari pagi. Ku baru tahu susahnya jadi MC kalo harus mengulur-ulur waktu nungguin band dateng atau persiapan band cek sound. Baru tau karena lumayan parah aja sih pergantian sesi penampilnya, lama abis. Sabar yaa mas-mas. Untung masnya agak jago ngelawak, meski lebih banyak garingnya, gapapa yg penting sudah usaha.

Sebelum Payung Teduh tampil, ada bintang tamu lain, Danilla. Tau nggak? Kalo aku baru denger di malam itu juga. Ternyata mbaknya itu penyanyi jazz, bener gak ya jazz (?) Suaranya sih enak, lagunya enak buat pengantar tidur, asli. Mbaknya juga cantik, pasti banyak yg dateng beli tiket konser karena ngefans sama mbaknya yah? Ya kan para lelaki, ngaku aja.

ini loh mba Danilla (dokumetasi www.zetizen.com)

Sewaktu Payung Teduh tampil, langsung duduk tegak gitu, mencurahkan segenap perhatian pada seisi panggung, gak deng! Merhatiin mas-mas yg jadi bassist -- kubaru tau kalau itu bassist -- yg megang alat musik macam cello tapi kayak dipetik gitu mainnya.

Seeeeeepanjang pertunjukan, dari sekian banyak lagu yg dinyanyikan, cuma satu lagu doang yg aku tau, Untuk Perempuan Dalam Pelukan. Tau gara-gara Ryal pernah ngasih tau. Jadi pernyataanku ttg aku nggak kenal sama sekali Payung Teduh nggak sepenuhnya bener :p

Aku tau baru secuil waktu itu. Setelah konser itulah aku nyari tau lagu-lagu Payung Teduh, daaaaan justru ngerasa aneh ketika Payung Teduh rilis single terbarunya yg berjudul Akad yg hits banget itu. Pada pingin kawin apa ya ini orang-orang Indonesia(?) Aneh karena tak seperti (lagu-lagu) Payung Teduh sebelum-sebelumnya. Biasanyanya kan gak selugas gitu lirik lagunya.

Hmm, tapi aku baru tahu kalo nonton Payung Teduh biasanya penontonnya kalem, pada duduk-duduk, lagunya kan juga kalem-kalem gitu. Terus, sangking antusiasnya atau mungkin sangking hafal dan ngefans abisnya sama Payung Teduh, paduan suara penonton ngalahin suara mas Is nyanyi. Jane aku ngrungoke paduan suara opo Payung Teduh konser?

Jadi, ketika nonton konser tapi nggak tau siapa yg tampil dan lagu apa yg lagi dinyanyiin, ya dengerin aja. Pas didengerin juga malah muncul pertanyaan, “Judulnya apa nih, yal? Kok enak.”
Seperti hidup, segala sesuatunya dinikmati aja, pasti ada part yg bikin kamu suka.

Btw, acara Comfest ini selain dalam memeriahkan ulangtahun jurusan, juga dalam rangka memperingati Hari Bumi, makanya posternya berwarna hijau, lol
Kerennya, mereka melakukan aksi menanam 1.000 pohon lho!


--


Another story tentang nonton konser tapi gak tau band dan lagu yg dinyanyiin.

Berbekal pengalaman nonton konser Payung Teduh, aku berusaha ngapalin dulu lagu-lagu Sheila On 7 waktu dateng ke acara Milad Dakwah 2017, yes! Di kampus Ryal.
Harusnya sih nggak susah-susah banget. SO7 kan band yg hits sejak lama bahkan waktu aku masih SD. Lagu-lagunya juga asyik, longlast gitu sampe kapan pun. Apalagi suaranya Om Duta yg selalu bisa menghipnotis.


Sekali lagi, karena aku nggak pernah mau peduli dan nyari tau sesungguhnya aku dateng acara apaan, malam itu aku baru tau kalo ini bukan semata konser SO7. Sebagai band pembuka, ada penampilan Tiga Pagi dan Nosstress. Baru setelahnya akan tampil The Sigit dan ditutup dengan SO7.

Apakah pernah denger ketiga nama band selain SO7 tadi? Ya, satu, Nosstress, itupun setelah Ryal pernah ngirimin salah satu lagunya yg berjudul Pegang Tanganku. Hmm, lagu cinta-cintaan gitu. Enak kok, tapi gak buat untuk terus-terusan. Nanti aku mabok cinta.

Tiga Pagi.
Sebuah grup band indie asal Bandung. Yg unik dari band ini adalah penggunaan instrumen irama ke-Sunda-Sunda-an gitu -- maaf orang awam, jadi kurang begitu tau istilahnya. Katanya genre band ini folkways, hmm tak tau juga apa ini artinya. Ya mungkin itu, mengusung ragam musik suatu suku atau etnis tertentu, Sunda I mean. Aku tak ingat betul apa saja lagu yg mereka bawakan selama konser di acara ini. Tapi ada satu dua lagu yg enak didengar, karena lirik lagunya tak biasa. Tak biasa menurutku adalah tidak melulu cinta-cintaan. Sila cari di youtube lagu-lagu Tiga Pagi. Beberapa enak didengarkan ketika sedang ingin merenung.



Nosstress.
Ternyata double ‘s’ setelah kata ‘no’.
Jauh-jauh band ini didatangkan dari Bali! Another indie folk band. Kalau mau kepo-kepo, mereka punya website, juga channel yutube dengan video yg sudah banyak. Pegang Tanganku, salah satu lagu mereka yg hits. Coba dengerin lagu mereka yg berjudul Bersama Kita, bagus loh. Lagi, karena gak tentang cinta-cintaan sepasang kekasih jadi aku suka.

Begini sepenggal lirik lagunya:
Mencoba slalu temukan apa yg ingin kita cari
Dan tetap slalu bersama dalam berpikir dan menjalani
Semua cerita dalam setiap hidup takkan selamanya indah
Takkan selamanya buruk
Coba slalu hadapi

Lagu yg cocok didengarkan atau didendangkan ketika lagi butuh semangat. Meski lagunya ngasih semangat tapi dibawakan dengan lunak saja, gak menggebu seperti musik rock.



The Sigit.
Nah ini!
Ini baru grup band musik rock Indonesia. Asal Bandung tapi sudah melanglangbuana konser sampai negara-negara tetangga loh. Pantas saja sewaktu datang ke acara ini banyak orang berpakaian serba metal gitu. Ternyata mereka mau nonton konser band rock idola mereka.

Sejujurnya aku tak begitu suka dengan rock, meski musiknya bersemangat, tapi lagi nggak pingin jingkrak-jingkrak ndusel-ndusel di tengah lapangan. Waktu itu sudah hampir menuju tengah malam ketika The Sigit tampil. Bagi mereka, para fans, mereka sangat ekspresif ketika band kesayangannya tampil. Black Amplifier, satu-satunya judul lagu mereka yg aku ingat, dan memang salah satu lagu terbaik The Sigit. Inget gara-gara kata amplifier-nya, unik to judulnya.



Malam itu, kami, penonton konser yg setia. Setia berbecek-becekan di lapangan (sepak bola(?)) dan setia menunggu SO7 tampil meski sudah lewat tengah malam.
Siang atau sore hari sebelum konser itu hujan, jadi lapangan tempat konser ini becek dan banyak genangan air di mana-mana. Tapi kami masih tetap saja mau dan rela berlama-lama dalam kondisi itu. Jadwal penampilan band juga molor. Beberapa band yg harusnya tampil di siang hari, entah karena alasan apa, baru tampil ya malam itu. Otomatis jadwal tampil band-band bintang tamu tadi semakin larut. SO7 pun tampil lewat dari tengah malam.

Rasa penasaran nyanyi bersama ribuan penonton sekaligus band aslinya dalam sebuah konser, membuatku bertahan untuk tetap ada di situ hingga akhir acara. Terbayarlah dengan Om Duta yg nyanyi lagu-lagu terbaiknya. 

Galau dengan lagu Betapa & Yang terlewatkan ..

Kemana kau slama ini, Bidadari yg kunanti
Kenapa baru sekarang, Kita dipertemukan
...
Mungkin salahku .. melewatkanmu ..
Tak mencarimu .. selama ini .. maafkan aku ..

Disemangatin pake lagu Lapang Dada, Perhatikan Rani ..

Dan jangan takut, jangan layu
Pada semua cobaan yg menerpamu, jangan layu
Kami slalu bersamamu dalam derap
Dalam lelap mimpi indah bersamamu

Beromantis-romantis menyanyikan lagu JAP (Jadiakan Aku Pacarmu), Seberapa Pantas ..

Seberapa pantaskah kau ku tunggu
Cukup indahkan dirimu untuk slalu kunantikan
Mampukah kau hadir dalam setiap mimpi burukku
Mampukan kau bertahan di saat kita jatuh
..
Seberapa hebatkah kau untuk kubanggakan
Cukup indahkan dirimu untuk slalu kuandalkan
Mampukah kau bertahan dengan hidupku yg malang
Sanggupkah kau meyakinkan di saat aku bimbang
..
Celakanya hanya kaulah yg benar benar aku tunggu
Hanya kaulah yg benar-benar memahamiku
Kau pergi dan hilang ke mana pun kau suka
Celakanya hanya kaulah yg pantas untuk kubanggakan
Hanya kaulah yg sanggup aku andalkan
Diantara peri aku slalu menantimu

Sheila On 7 ini lho, lirik lagunya selalu manis tapi tak pernah berlebihan. Dan Om Duta lucu juga ya kalo lagi nyanyi, gak bisa diem gitu.



Keseruan ini berakhir dengan keputusan bolos masuk kerja keesokan harinya.
Capek akutu~
Mei 03, 2018

Nyanyi Lagu Daerah, Mengenang Masa Kanak-kanak

by , in


Nonton pentas seni selalu menyenangkan bagi yg memang suka. Waktu masih mahasiswa, selama 4 tahun++ kuliah, aku gak pernah absen nonton Gebyar Nusantara (Genus). Sebuah pertunjukan seni dari masing-masing daerah di Indonesia. Dimainkan oleh mahasiswa yg tergabung dalam OMDA, mengolaborasikan permainan alat musik tradisioanal, tarian adat, sedikit lakon dan tentu saja kostum serta riasan yg membuat pemainnya makin menawan.

Di IPB, ada yg namanya Organisasi Mahasiswa Daerah (OMDA).  IPB didesain menampung mahasiswa dari berbagai macam daerah dari Sabang sampai Merauke melalui program USMI. Setiap tahunnya, biasanya bulan September, melalui BEM KM IPB digelarlah pertunjukkan seni budaya dari masing-masing Omda ini. Rangkaian acaranya selain pertunjukan seni--biasanya tari, drama musikal dan sejenisnya--ada juga lomba masak makanan daerah, stand galeri daerah, putra-putri Omda, dan baru-baru ini juga ada parade maskot daerah -- arak-arakan orang menggunakan kostum yg didesain sesuai kekhasan daerah masing-masing, semacam Jember Fashion Carnival. Acaranya seharian dan puncaknya di malam hari, akan ada penampilan seluruh putra-putri Omda dan 3 penampil pertunjukan malam. Biasanya sih ini jadi kompetisi tersendiri untuk Omda biar bisa tampil di malam puncak Genus. Sepertinya kapan-kapan harus ditulis juga ttg Gebyar Nusantara yg tahun lalu (2017) dihadiri oleh Kevin Liliana, Putri Indonesia Lingkungan Hidup 2017 dan berkontribusi dalam pemilihan putra putri Omda. Hey you guys, anak-anak IPB, kalau denger lagu Serasa-nya Chrisye pasti ingat Genus khaan? *theme song wajib GENUS* Wkwkwk.

Meski tak sebesar perhelatan Pasar Seni ITB -- ya iyalah kan ada anak Fakultas Seni di sono -- Genus tetep punya tempat tersendiri kok di hati <3


Sangking hausnya akan pertunjukkan seni, sekalinya ada kesempatan, langsung bilang: yuk cabs!
Ceritanya, kelompok penggiat seni Fakultas Ryal menggelar pementasan seni tahunan. Tahun ini (2017), mereka yg tergabung dalam Pojok Seni Tarbiyah (POSTAR), menggelar Pentas Tunggal POSTAR 2017 dengan judul Ansambel Musik Kenang Kumara.

Awalnya kami bermaksud mengajak dan datang bersama teman-teman, tapi karena satu dan lain hal --mungkin sudah bosan dengan pertunjukkan yg konsepnya sama tiap tahunnya -- kami akhirnya datang hanya berdua. Ehtapi ketemu juga teman-teman lain yg masih antusias untuk menikmati pertunjukan seni ini. Mungkin karena memang suka atau karena pernah jadi bagian dari kelompok penggiat seni itu.

Da aku mah apa atuh, cuma suka. Nyanyi fals, badan gak luwes, gak pinter acting, sekalinya ikut lomba di kampus ya cuma lomba senam aerobik tingkat departemen (jurusan), wkwk, itu bukan seni ya?




--


Ansambel Musik Kenang Kumara menyuguhkan pagelaran musik dipadukan dengan tarian dan teatrikal. Pagelaran musiknya juga keren abis karena menggabungkan musik modern dengan musik tradisional, jadi ada karawitan dan degungnya juga lho, plus marawis. Ohya, ada paduan suara, juga mba-mba (4 orang) yg nyanyi solois gitu. Suaranya bagus, mungkin bisa ikut Indonesian Idol.

Setelah di-googling dan cek KBBI, begini perbedaan degung dengan kawaritan. Degung itu nama alat musik yg biasa dimainkan masyarakat Sunda, katakanlah salah satu nama perangkat gamelan Sunda. Sedangkan karawitan itu seni gamelan dan seni suara yg bertangga nada slendro dan pelog, katakanlah ada orang nyanyi (nyinden) diiringi permainan gamelan. Kemudian, karawitan itu bukan cuma Jawa aja, tapi ada Sunda dan Bali.

Nah ini, aku pernah ikut lomba karawitan pas jaman SD, ha-ha-ha. Jelas bukannya yg nyinden. Main perangkat gamelan yg namanya Saron. Tadinya mau main Bonang Panerus, tapi karena gak bisa ngimbangi Bonang Barung, dipindah ke bagian yg bisa aja :3 Googling aja ya bentuknya kek mana.
Pas lomba didandani pake sanggul gitu, hi-hi-hi.


--


Tema Pentas Tunggal POSTAR ini mengangkat lagu-lagu daerah. Selama pertunjukkan kita dibuat mengenang lagu-lagu yg pasti akrab di telinga kita pas jaman SD. Dari lagu Tokecang, Ampar-ampar Pisang, hingga Apuse. Lagu-lagu yg disajikan lengkap dari pulau Sumatra, Jawa, Kalimantan, Nusa Tenggara, Sulawesi, Maluku, Timor-timur hingga Papua.

Berikut beberapa judul lagu yg ditampilkan dalam pertunjukkan ini:
-          Hompipa (Jawa Barat) cipt. NN
-          Cingcaripit (Jawa Barat) cipt. NN
-          Cingcangkeling (Jawa Barat) cipt. NN
-          Tokecang (Jawa Barat) cipt. NN
-          Injit-injit Semut (Jambi) cipt. NN
-          Rasa Sayange (Maluku) cipt. NN
-          Ampar-ampar Pisang (Kalimantan Selatan) cipt. NN
-          Lagu Cinta untuk Mama, cipt. Seli Pontoh
-          Apuse (Papua) cipt. NN
-          Desaku (NTT) cipt. NN
-          Naik-naik ke Puncak Gunung (Maluku) cipt. NN
-          Anak Kambing Saya (NTT) cipt. NN
-          Kampuang Nan Jauh Dimato (Sumatera Barat) cipt. NN
-          Layang-layang (Sulawesi Tenggara) cipt. NN
-          Pulau Bali, cipt. Tony Hawaii
-          Burung kakak Tua (Maluku) cipt. NN
-          Potong Bebek Angsa (Timor-timur) cipt. NN

Ada judul lagu yg asing? He-he-he. Kalau penasaran, cari tahu aja di google.

Beberapa lagu dinyanyikan medley, ada juga yg dinyanyikan satu lagu utuh sendiri. Disajikan dalam aransemen yg apik, entah itu vocal group atau dinyanyikan sang solois; diiringi musik modern, tradisional atau campuran keduanya. Beberapa lagu dibuka dengan aksi treatrikal dan disuguhkan bersama tarian daerahnya.

Ohya, kok tiba-tiba ada lagu “Lagu Cinta untuk Mama”? Karena pentas ini mengajak adik-adik kita (mungkin masih duduk di bangku SD) untuk tampil dan menyanyi di atas panggung. Salah satunya menyanyikan lagu tersebut. Makanya tak heran kalau di bangku penonton ada sejumlah Bapak-Bapak dan Ibu-Ibu. Mungkin orangtua dari adik-adik tersebut, atau mungkin orang tua dari mahasiswa yg tampil (?)


--


Pesan yg ingin disampaikan oleh panitia penyelenggara: perkenalkanlah dan hidupkan lagi lagu-lagu daerah pada anak-anak. Biasanya anak-anak kenal lagu daerah sambil bermain permainan daerah. Permainan daerah dirasa sudah mulai hilang dan tak lagi dikenal tergantikan game digital. Padahal kebanyakan permainan daerah mengajarkan anak-anak untuk bersosial, bermain bersama teman, berhitung sampai nilai sportivitas. Pun lagu daerah, memiliki makna mendalam meski liriknya sederhana.

Kayak ibuk Kirana itu lho, meski tinggal di Oman, tapi pas masih piyik kinyis-kinyis Kirana udah dikenalkan lagu Indonesia dan lagu daerah. Gitu ya, calon buk-ibuk. Nanti diajarin anak-anaknya kenal dan suka sama budaya Indonesia yg beragam *sambil ngaca*


--


Kami berdua pun pulang dengan rasa bahagia atas kenangan masa kanak-kanak yg telah direkonstruksi ulang oleh POSTAR melalui pementasan seni tadi.
Terima kasih. Sukses terus untuk kalian!
Kami tunggu karya kalian di tahun 2018.

Salam dari kami berdua si penikmat seni.


--


Dalam pamflet yg diberikan panitia, tertulis sebuah sajak sebagai berikut:

Doderi Papua
Oleh: Khairunnisa
Sa lahir ding besar di tanah Papua
Sa pu pace, mace, ada di sana
Sa mo pigi ini bukan untuk mencari dosa
Sa pu sodara ajak sa untuk mengejar angan menggapai mimpi
Nene bilang “Sudah sana pergi cari hal baru!”
Sa pu sodara datang jemput asa di teluk Doderi
Dan Nene bilang “Sudah tak usah seberang pulau.”
Sa pu mimpi ada buat Papua
Izinkan sa sebut nama baki pase
Sa pamit deng lambai tangan buat pace deng mace
Isi hati, sa cinta tanah Papua, Indonesia
Sa pu mimpi, di tanah Doderi, untuk Papua sa pu Doderi.