Juli 21, 2018

Ber-Social-Media

by , in



Berapa banyak media sosial yang kamu miliki dan masih aktif hingga sekarang? Dalam satu dekade terakhir, banyak media sosial bermuculan seiring kemajuan teknologi. Mereka unggul dengan fungsi, keunikan dan tentu saja pembaruannya masing-masing. Selain menghabiskan cukup banyak kuota internet dan memori telepon, aku memutuskan untuk menyaring dan menghapus beberapa aplikasi yang dirasa tidak perlu karena terlalu banyak menyita waktu dan tentu saja, menghilangkan fokus pada hal yang lebih produktif.


--


Peer preassure, rasanya kurang gaul jika tidak memiliki dan aktif media sosial tertentu yang sedang banyak digunakan oleh teman sebaya. That’s true, but I’m doing that, till this day!!! Gak gaul, kurang gaul atau kalau bahasa lebih halusnya gak mau ngikutin arus, pffft. I still don’t get it.




Aku tak cukup ingat apa media sosial pertama yang aku miliki. Mig33? I dont have a uniq memories about this one, even not at all. Walaupun beberapa teman mengaku pernah asyik menggunakan aplikasi ini. “Jamannya chat sama mantan calon gebetan (mungkin maksudnya kakak kelas yang sempet diem-diem ditaksir),” begitu kata salah satu teman sambil mengenang. Di aplikasi ini kamu bisa menggunakan nama samaran alias nickname. Nickname unyu yg tak dinilai alay pada masanya. Gitu kan ya? *minta pembenaran*

Aku juga gak ingat wujud friendster-ku seperti apa. Kalau yang satu ini aku yakin pernah membuat akun meski tak cukup ingat apakah konsepnya sama seperti mig33, bisa menggunakan nickname? Jika iya, kira-kira apa nama yg aku gunakan saat itu :3  Oh zaman jahiliyah.

Facebook. The most widely used application until now. Gak mungkin remaja hingga orang dewasa jaman sekarang gak punya facebook. Bahkan gak jarang kok aku usil perhatiin orang kalo di warung (abang-abang warung) atau di tempat-tempat jualan lain pada main hape itu buka apa, ya scroll lini masa facebook.

Btw aku udah berhenti main facebook sejak ...
Sejak diputusin mantan dan secara tiba-tiba beliau menghapus akun facebook-nya yang secara otomatis membuat saya dengan penuh kesabaran dan ketekunan menghapus rekam jejak segala unggahan yg dirasa tidak perlu ada. Jadi gak ngerti juga apa yang bikin orang masih seneng dengan media sosial yg satu ini, sebagian besar orang di dunia ini malah. Ya mungkin karena masih banyak orang yang berbagi tulisan atau tautan di facebook. Terakhir ku tau, selain bisa menulis sebuah postingan yg cukup panjang yg bisa dijadikan cerpen, facebook juga mengakomodasi keinginan manusia untuk mengunggah gambar, foto, video dan tautan website. Ohya ada emoticon yg unyu-unyu di facebook, plus ada facebook messanger juga. Honestly, terakhir aktif facebook itu sewaktu masih nge-admin akun organisasi zaman kuliah. Mau gak mau main facebook, tapi ya punya akun organisasi, buka akun pribadi cuman buat repost :3 spamming.

Twitter. Dulu aku gak paham apa kesenangan yg ditawarkan oleh twitter. Inget banget salah seorang teman SMA dengan jumawanya (gak ding!, kata-kataku lebay), ya dengan antusiasnya menginformasikan bahwa beliau punya sebuah akun twitter. Bisa dikatakan beliau pionir di lingkunganku yg tau dan membuat sebuah akun twitter pada waktu itu. Salah satu hal yg paling melekat yg beliau informasikan, alasan beliau ini senang dan bangga punya twitter adalah bisa follow akun artis yg hidup dan tinggal nun jauh di sana serta bisa mengikuti kabar dan aktivitas sang artis tersebut melalui tweetnya. Sungguh sebuah kebahagiaan, pada jaman itu. Hmm sepertinya ini yg jadi awal mula manusia zaman sekarang jadi suka kepo sama hidup orang lain. Karena ada fasilitas untuk show up.
Aku sih gak cukup tertarik, meski tetep aja bikin akun, biar ngerti dikit-dikit dengan apa yg dimaksud teman sebaya.

Seingat aku sih yaa, selama punya facebook, aku gak pernah seaktif orang-orang pada umumnya yg rajin membuat postingan atau membuat notes *salahkan ingatanku jika hal itu tidak benar* Nah, kalau twitter, aku menggunakannya sebagai sebuah sarana untuk “nyampah”, terlebih dalam satu, dua, tiga, empat tahun terakhir. Nyampah dan ngode sih. Biasanya kalau lagi KZL, ya dengan siapa lagi seorang perempuan itu KZL, ngumpat-ngumpat KZLnya di twitter, that’s what I mean nyampah. Aku rasa twitter sejak awal didesain sebagai sarana untuk menumpahkan pemikiran yg sekelebat datang dalam beberapa kata dengan jumlah karakter terbatas.

Apa yg membuatku bertahan dg twitter? Selain sebagai sarana paling enak untuk nyampah, karena lini masanya cepet hilang dan tertindih postingan-postingan lain dari orang-orang yg kita follow, twitter sekarang sudah banyak berfaedah. Warga qismin twitter sudah pada pinter dan suka bikin thread, bisa mengunggah media gambar atau video, dan tentu saja masih banyak media massa yg aktif twitter. Dengan caption yg menarik dan bikin penasaran, kita bisa langsung klik tautan yg akan nyambung ke website media massa yg bersangkutan. That’s the happiest thing of twitter for me. Warga twitter juga gak banyak pamer kayak warga facebook, apalagi instagram. Pamer kepintaran dengan kata-kata mungkin iya. Kan cuma orang cerdas yg bisa merangkum sebuah pemikiran untuk di-deliver ke orang lain dengan jumlah karakter terbatas tapi gak mengurangi esensi pesan yg mau disampaikan. AZEK!!

Nah ini, bagian inti dari tulisan ini. Instagram.
Aku kenal instagram sejak balik KKN kayaknya. Postingan pertamaku aja masih seputar hidup di Natuna. Aku pun mengikuti arus instagram seperti pengguna yg lain. Sebagai sebuah aplikasi yg lebih menonjolkan sisi estetika sebuah postingan berupa foto atau gambar, aku juga pernah kok mengalami masa lagi seneng-senengnya posting. Segala foto apa aja di-posting. Posting foto yg di-grid untuk merangkum satu momen dalam satu foto (untung sekarang bisa posting 10 macam foto dalam satu postingan). Kayaknya salah satu faktor pendorong orang Indonesia punya kecenderungan selfie dan wefie adalah instagram, I guess. Sungguh segala aktifitas, berkegiatan rutin (kuliah-kerja), makanan, hangout, hingga tamasya dan tiap momen dalam hidup lain kayak sidang, wisuda, hari raya, dll didokumentasikan dan ditujukkan (dipamerin) ke khalayak.

Dan aku merasakan puncak kejenuhan main instagram adalah ketika semua orang terdesain untuk ngartis dg adanya fitur ig-stories. “Hi gusy, sekarang gue lagi ada di ...” ini juga yg kupikir jadi salah satu faktor manusia zaman sekarang jadi lebih suka traveling, suka makan atau berkunjung ke tempat yg instagrammable. Kalau kata Rhenald Kasali, esteem economy, ketika orang2 lebih banyak menggunakan uangnya untuk jalan-jalan, mencari dan menikmati momen serta pengalaman baru (dan membagikannya di media sosial sebagai sebuah pengakuan sudah mencapai titik tertentu), bukan lagi kenikmatan memiliki barang.

That’s ok if that’s not to much. Sorry to say, I decided to unfolllow some people I though were annoying on instagram, sorry friends. Orang-orang yg suka posting aktivitasnya dari bangun tidur sampe mau tidur lagi, dari kegiatan sehari-hari sampe keluhan-keluhan hidup atau kode-kodenya. Ya iya sih, padahal pernah juga suka capture obrolan chat dg seseorang kemudian dijadiin stories buat lucu-lucuan, atau capture Joox atau lirik lagu tertentu sembari ngode orang, atau nulis stories dg tulisan kecil-kecil dan dibalik-balik yg bikin orang penasaran. Padahal kalo dipikir lagi, apa pentingnya coba orang-orang tau apa yg kita lakuin sehari-hari atau segala yg kita rasain. Lah itu kan yg namanya eh gunanya sharing, Di. Ya tapi kan yg bermanfaat dikitlah, seenggaknya gak banyak ngeluhnya. Eh padahal bisa jadi di dunia maya itu orang-orang yg sering curhat karena di dunia nyatanya dia gak punya fasilitas lain untuk curhat, dengan kata lain, dia sedang mencari orang yg mau peduli atau berbagi keluh kesah, nyari temen *it's the real me, always think two side*

Ada juga orang-orang yg suka, eh keseringan posting atau stories foto selfie yg keliatan cuma mukanya aja. Pernah baca artikel, justru orang-orang yg sering posting foto selfie terutama wanita, kebanyakan sedang melakukan konfirmasi bahwa dirinya cantik. Orang-orang yg terlalu sering posting foto (kemesraan) dengan pasangannya justru sesungguhnya tidak merasa sedang bahagia dg pasangan. Terlalu sering posting foto dengan pasangan malah sebuah indikasi dia sedang melakukan konfirmasi ke orang-orang sekitarnya, apakah mereka memang baik-baik saja? Ya baik-baik saja, ya kalian relationship goals, begitulah sepertinya ketika semakin banyak orang yg menyukai postingan tersebut.

Aku pun dengan Ryal pernah melewati masa itu. Menemukan sebuah kebahagiaan ketika mengunggah foto di tiap momen berdua. Semakin banyak yang memberikan love atau komentar akan semakin bahagia, “eh banyak juga yg peduli ya”. Dalam satu tahun terakhir, lebih malah, jauh sebelum Ryal memutuskan untuk berhenti main instagram, kami sudah mawas diri. Tidak setiap momen berdua selalu kami posting atau dijadikan stories, lebih menikmati momen, atau lebih banyak menjadikannya koleksi pribadi dan tidak untuk konsumsi publik. Kami percaya bahwa kebahagiaan kami tidak terukur dari banyaknya postingan berdua di instagram, bahagia itu kita sendiri yg rasa, tak perlu afirmasi dari orang lain. That’s why, kami lebih jarang mengunggah foto berdua. Kami baik-baik saja dan mungkin hanya pernah lebay (show off) di awal-awal kami berpacaran :3

Ohya, satu yg aku belum tau karena belum mencapai masa itu. Alasan ibu-ibu zaman sekarang suka posting kegemasan anak bayinya, kegiatan anak-anaknya, berbagi tips dan pengalaman ini itu seputar parenting di media sosial. Mungkin nanti pada masanya aku akan mengerti.

Segala tulisan ini pasti ada yg setuju dan tidak. Seperti pendapat orang pada umumnya, ya balik lagi ke individunya masing-masing. Mau pilih media sosial apa yg ia mau gunakan dan digunakan untuk apakah media sosial tersebut. Bisa jadi mereka yg memang pandai memotret, mengedit datau membuat video suatu saat nanti akan sukses dengan keahlian tersebut dan instagram adalah salah satu media mereka mengembangkan diri.

Kalau aku sih tetep berpendapat gunakanlah instagram ya terutama sebagai sarana yg bermanfaat, misal emang serius hobi traveling ya unggahlah foto-foto jalan-jalan kalian dengan caption info perjalanan atau pengalaman menarik dalam perjalanan tsb, atau yg hobi masak bisa bagi-bagi resep atau video masakan, atau yg jago makeup bisa bikin tutorial, dan sebagainya. Kalau gak suka dengan postingan-postingan orang kan gak usah bete, tinggal unfollow :3 Aku sendiri tadinya sempet kepikiran buat aktif mengunggah foto-foto buku yg sudah kubaca, kalau kata mba Eunike, #SiapaTahuKamuMauBaca , dengan mengurangi kesan pamer serta jumawa, dan tentu saja dengan meningkatkan nilai estetika dalam pengambilan gambar dulu :3 ya ditunggu, coming soon, sembarian bikin semua resensinya di blog ini.

Info tambahan: aku berhenti main path karena banyak ngabisin memori telepon dan berat, gak pernah bikin snapchat, gak menemukan asiknya main askfm, dan gak ngerti apakah tinder bisa dijadikan sebagai rujukan untuk mencari teman yg baik dan benar.
Aktif di LINE, lagi males main WA karena kebanyakan grup spam, dan berhenti main telegram karena gak ada temennya padahal asik lucu-lucu stickernya.
ALLAHU AKBAR! Gak kepikiran mau bikin Tik Tok.
Tik Tok media sosial bukan sih?